Sawit dan Tantangan Iklim, Transformasi Hijau Astra Agro dalam Menjaga Ekosistem Berkelanjutan

 

Sawit dan Tantangan Iklim, Transformasi Hijau Astra Agro dalam Menjaga Ekosistem Berkelanjutan

Arrahimedia.or.id - Hamparan hijau perkebunan sawit yang membentang menghadirkan gambaran tentang bagaimana alam dan manusia saling bergantung dalam satu ekosistem yang terus berkembang.


Di balik daun-daun yang bergerak pelan tertiup angin, terdapat sebuah siklus kehidupan yang bekerja tanpa henti untuk menyediakan sumber penghidupan bagi jutaan orang.


Baca Juga: Beragam cara Astra Agro kurangi emisi gas rumah kaca


Namun, di tengah dinamika tersebut, hadir tantangan baru yang menuntut perhatian lebih dalam menjaga keseimbangan antara keberlanjutan ekologi dan kebutuhan industri.


Perdebatan mengenai peran kelapa sawit dalam isu lingkungan selama bertahun-tahun kerap menempatkan tanaman ini sebagai sumber masalah global.


Dalam narasi yang berkembang, sawit sering dikaitkan dengan peningkatan emisi gas rumah kaca dan ancaman terhadap keberlangsungan ekosistem alami.


Padahal, dari sisi biologis, tanaman ini memiliki karakteristik yang sama seperti tumbuhan hijau lain, yakni mampu menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen dalam jumlah signifikan.


Buku “Mitos vs Fakta Kelapa Sawit” yang diterbitkan Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) mencatat bahwa satu hektare kebun sawit mampu menyerap hingga 64 ton karbon dioksida setiap tahun.


Tanaman yang sama juga mampu menghasilkan sekitar 18 ton oksigen, sehingga berperan dalam menjaga keseimbangan udara di wilayah perkebunan.


Kontribusi tersebut jarang mendapat sorotan luas karena pembahasan mengenai sawit lebih sering terfokus pada dampak negatif yang dikaitkan dengan industri pengolahannya.


Salah satu isu paling dominan adalah kaitannya dengan pemanasan global dan perubahan iklim yang dipicu oleh meningkatnya kadar gas rumah kaca di atmosfer.


Fenomena ini menciptakan kondisi bumi layaknya rumah kaca raksasa yang memerangkap panas dan mengacaukan stabilitas sistem iklim.


Lapisan gas rumah kaca yang terus menebal membuat panas matahari sulit dipantulkan kembali ke luar angkasa, sehingga menyebabkan suhu rata-rata bumi meningkat dari waktu ke waktu.


Perubahan iklim tersebut memberikan dampak langsung pada berbagai sektor, termasuk perkebunan kelapa sawit yang selama beberapa tahun terakhir menghadapi cuaca ekstrem.


Fenomena El Nino yang terjadi pada 2023 menjadi salah satu pemicu turunnya produksi tandan buah segar di tingkat nasional.


Suhu panas yang berkepanjangan membuat pertumbuhan tanaman terganggu dan produktivitas menurun secara signifikan.


PT Astra Agro Lestari Tbk menjadi salah satu pelaku industri yang merasakan dampak nyata dari perubahan iklim tersebut.


Kekeringan panjang sejak 2019 hingga musim panas ekstrem yang berlangsung hingga 2024 membuat perusahaan harus menyesuaikan strategi operasionalnya.


Kesadaran akan urgensi perubahan iklim mendorong Astra Agro menerapkan kebijakan keberlanjutan sejak 2015 yang hingga kini terus diperkuat di seluruh lini bisnisnya.


Kebijakan tersebut menjadi dasar perusahaan untuk melakukan pengukuran dan pengelolaan emisi karbon secara transparan dan berkelanjutan.


Pengukuran emisi yang dilakukan mencakup scope 1 dan 2 dari 46 anak perusahaan, mulai dari perkebunan, pabrik pengolahan, hingga unit refinery dan pabrik NPK blending.


Upaya tersebut mulai menunjukkan hasil melalui peningkatan pemanfaatan energi terbarukan yang kini mencapai 92,17 persen.


Dampaknya tercermin dari pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 126,3 ktCO2eq yang dicapai dalam periode terbaru.


Perusahaan juga mencatat penurunan intensitas emisi sepanjang 2024 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.


Capaian ini menjadi fondasi penting bagi roadmap perusahaan dalam mencapai target reduksi GRK jangka panjang.


Astra Agro menjalankan berbagai program pengurangan emisi secara konsisten untuk mendukung Nationally Determined Contribution 2030 dan target Net Zero Emission 2060. Teknologi dan kemitraan jadi kunci penekan emisi ini.


Salah satu program yang mendapatkan perhatian adalah pengembangan Nature-Based Solutions yang berfokus pada pemulihan ekosistem dan penyerapan karbon.


Hingga 2024, perusahaan telah menanam 173.240 pohon di area seluas 201 hektare sebagai bagian dari program tersebut.


Selain itu, upaya penghematan air melalui Solar Water Management System juga memberikan kontribusi signifikan dengan efisiensi penggunaan hingga 200.000 liter.


Dalam pengelolaan limbah, perusahaan menunjukkan peningkatan melalui sistem pengolahan limbah padat dan cair yang semakin efisien.


Pengolahan limbah padat B3 mencapai peningkatan dari 0,48 persen menjadi 0,68 persen, sementara limbah cair B3 berhasil diolah tuntas sejak 2023 hingga 2024.


Perusahaan juga mengoptimalkan penggunaan POME sebagai energi terbarukan dan membangun fasilitas methane capture untuk mengurangi pelepasan gas metana.


Astra Agro mengambil langkah lebih jauh dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia melalui inovasi pupuk hayati ASTEMIC berbasis mikroba.


Program ini diterapkan pada lahan seluas 50.000 hektare sebagai bagian dari strategi mengurangi emisi dari aktivitas pemupukan.


Seluruh inisiatif tersebut sejalan dengan Astra Agro Sustainability Aspirations 2030 yang menjadi arah transformasi keberlanjutan perusahaan.


Upaya ini tidak hanya berfokus pada lingkungan tetapi juga menciptakan kebermanfaatan bagi masyarakat dan mendukung misi “prosper with the nation”.


Konsistensi tersebut membuat Astra Agro meraih penghargaan The Best Corporate Emission Reduction Transparency Award 2025.


Penghargaan ini menjadi pengakuan terhadap transparansi dan efektivitas perusahaan dalam pengurangan emisi.


Capaian tersebut sekaligus menunjukkan bagaimana industri sawit dapat berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim jika dikelola dengan prinsip keberlanjutan yang kuat.***